HaloIniSehat- "Kamu kan pria, tidak boleh menangis, donk!" Apa kamu pernah memperoleh tindakan ini? Sikap itu telah terhitung dalam toxic masculinity. Bukannya bisa memberinya support atau elemen positif, toxic masculity malah dapat berpengaruh jelek untuk kehidupan sosial dan kesehatan psikis pria.
Toxic masculinity ialah satu penekanan budaya untuk golongan pria untuk berperangai dan berlaku dengan tertentu. Istilah ini biasanya dihubungkan dengan nilai-nilai yang dipandang harus berada di pada diri seorang pria, misalkan pria harus memperlihatkan kemampuan, kekuasaan, dan pantang ekspresikan emosi.
Pada intinya, maskulin sebuah karakter yang bagus. Tetapi, ini jadi toxic atau salah arah saat pria dituntut harus mempunyai dan memperlihatkan maskulinitas untuk menghindar stigma "lelaki kurang kuat".
Walau sebenarnya, seorang pria bisa juga saja mempunyai karakter yang halus atau gentle, ramah, atau peka, dan ini bukan hal yang keliru pada pria.
Ketahui Ciri-Ciri Toxic Masculinity
Dalam ide toxic masculinity, emosi condong dipandang sebagai kekurangan dan kejantanan sama dihubungkan dengan kemampuan, kekuatan, atau wibawa . Maka, tiap pria harus sanggup simpan emosi pada kondisi apa saja, terutamanya duka cita, dan berlaku menguasai, seperti pada tradisi patriarki.
Disamping itu, sikap toxic masculinity umumnya terlihat lewat beberapa ciri-ciri berikut ini:
- Tidak memperlihatkan emosi bersedih dan mengeluhkan, dan memandang jika pria cuman bisa ekspresikan keberanian dan kemarahan
- Tidak memerlukan kehangatan atau kenyamanan
- Tak perlu terima kontribusi dan jangan tergantung pada siapa saja
- Harus mempunyai kekuasaan dan status sosial yang tinggi supaya bisa disegani oleh seseorang
- Berperangai kasar dan agresif, dan memimpin seseorang, terutamanya wanita
- Tendensi untuk berlaku misoginis
- Condong beraktivitas seksual dengan kasar
- Memandang "kece" rutinitas yang kurang sehat, seperti merokok, minuman mengandung alkohol, bahkan juga konsumsi beberapa obat terlarang
- Heteroseksisme dan homofobia
Sikap toxic masculinity dapat tercermin dalam asumsi jika pria jangan kerjakan atau mempunyai ketertarikan pada kegiatan yang sama dengan tugas golongan udara, misalkan mengolah, menjahit, atau kerjakan tugas rumah tangga.
Langkah Menahan Toxic Masculinity
Semenjak kecil, umumnya anak lelaki dididik dan dituntut menjadi figur yang kuat dan kuat. Duka cita seakan jadi hal yang tabu dan perlu dijauhi karena sering dipandang seperti pertanda kekurangan. Walau sebenarnya sebenarnya, tiap manusia mempunyai emosi yang penting dirasa dan diluapkan.
Ide maskulinitas yang salah ini bisa menjadi satu diantara factor resiko untuk pria untuk lakukan kekerasan rumah tangga, penghinaan seksual, sampai pemerkosaan. Selain itu, pria yang junjung toxic masculinity bisa juga berasa terkucilkan, terisolasi, dan kesepian, dan lebih susah untuk membuat empati.
Pria dewasa yang telah sekian tahun terlatih menggenggam tegar sikap toxic masculinity condong akan susah mengubah skema pikirnya itu. Oleh karenanya, ide yang keliru ini seharusnya dijauhi dan dimasukkan pada lelaki semenjak periode kanak-kanak.
Supaya tidak terjerat dengan ide maskulin yang keliru dan terbebas dari imbas jeleknya, cara pertama kali yang dapat dilaksanakan ialah membenahi skema asuh orangtua pada anak lelaki.
Berikut cara-cara yang dapat diaplikasikan tiap orangtua untuk menghindari anak lelakinya dari sudut pandang toxic masculinity:
- Sampaikan untuk dapat ekspresikan diri
Sampaikan anak untuk dapat rasakan dan ekspresikan beragam emosi yang ia alami. Beritahu kepadanya jika tidak ada kelirunya untuk anak lelaki untuk mengutarakan keluhan dan memperlihatkan perasaan sedih dan menangis.
Bila dia berasa malu untuk menangis pada tempat umum, berikan pengetahuan jika dia bisa menangis saat sedang sendiri atau disekitaran orang yang dia percayai, misalkan orangtua, guru, atau pengasuhnya.
- Tumbuhkan rasa empati
Empati pada anak lelaki tidak tampil demikian saja, tetapi perlu dilatih. Dengan mempunyai empati, anak bisa pahami hati dirinya dan seseorang, dan bisa mengatur emosinya secara baik. Ini juga bisa menahan mereka dari sudut pandang toxic masculinity saat bergerak dewasa.
Sampaikan anak nilai kesopanan dan ajaknya untuk dapat menempatkan dianya jadi orang lain. Beri dia pemahaman mengenai keutamaan memperlihatkan kepedulian dan rasa hormat pada seseorang, lepas dari gender, tipe kelamin, atau background suku dan agama orang itu.
- Jauhi pengucapan yang merendahkan wanita
Sedapat mungkin jauhi pengucapan yang berkesan merendahkan wanita, misalkan "Langkah jalanmu seperti wanita" atau "Tidak boleh bicara seperti wanita". Ini akan membuat anak lelaki melihat wanita mata sebelah dan susah untuk menghargakan wanita.
- Pantau media selingan anak
Awasi media selingan yang diberi pada anak, baik itu buku, film, handphone, atau yang lain. Yakinkan content tidak memiliki sifat toxic masculinity. Jika tontonan atau selingan anak memperlihatkan ada ide maskulinitas yang keliru, berikan pengetahuan jika hal itu bukan suatu hal yang pantas untuk ditiru.
Toxic masculinity pasti bukan sikap yang bagus untuk dilaksanakan. Selainnya membuat pria mempunyai beban sosial, ide ini membuat mereka condong memiara sikap negatif, seperti tidak ingin menumpahkan emosinya atau susah cari katarsis, dan ini dapat beresiko menghancurkan kesehatan moralnya.
Oleh karenanya, sadarilah beberapa ciri toxic masculinity dan melakukan langkah di atas untuk menghindarinya, khususnya pada anak-anak. Bukan hanya berguna untuk kehidupan pria, pengetahuan maskulinitas yang sehat bisa juga dilaksanakan sebagai usaha untuk tekan angka kekerasan pada wanita dan anak.
Bila kamu terjerat dalam toxic masculinity sampai berasa kualitas hidupmu sampai terusik atau susah untuk merajut jalinan sama orang lain, ditambah dengan kaum hawa, kemungkinan sebaiknya kamu konsultasi dengan psikiater untuk memperoleh anjuran yang pas dan tuntunan buat mengganti karakter jelek ini.
-BD QQ
0 komentar:
Posting Komentar